Kabar tentang ibu kota baru Nusantara masih menarik perhatian media asing, salah satunya adalah TIME. Dalam laporannya yang berjudul “Presiden Indonesia Joko Widodo Dahulu Melambangkan Harapan Demokrasi – Rencananya untuk Ibu Kota Baru Mencerminkan Warisan yang Lebih Gelap”, banyak kritik muncul terkait ibu kota baru ini.
Dalam laporannya, TIME menyebut bahwa proyek pemindahan ibu kota Indonesia dari Pulau Jawa ke Pulau Kalimantan telah mendapatkan banyak skeptisisme dan kritik. Salah satunya terkait konsultasi publik yang dianggap tidak memadai, sengketa lahan dengan masyarakat adat, dan kekhawatiran mengenai investasi China yang membuat Nusantara dianggap sebagai “Beijing Baru”.
TIME juga menyoroti beberapa kekhawatiran terkait Jakarta, seperti kemacetan, polusi, pencemaran, dan ancaman tenggelam pada tahun 2050. Namun, implikasi yang lebih berbahaya menurut para pengamat adalah sifat tidak demokratis dari ibu kota baru yang jauh dari Jakarta dan akan beroperasi tanpa pemimpin daerah terpilih. Hal ini dianggap bertentangan dengan Indonesia yang merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.
Beberapa narasumber juga diambil dalam laporan tersebut, termasuk Ian Wilson, seorang dosen senior yang mengkhususkan diri dalam politik Indonesia di Universitas Murdoch Australia. Wilson menyatakan bahwa proyek ibu kota baru ini mencerminkan ketidakmampuan pemerintah Jakarta dalam menangani masalah di ibu kota.
TIME juga menyebut ibu kota administratif baru Myanmar, Naypyidaw, yang didirikan pada tahun 2005 oleh rezim militer. Kota baru tersebut diduga dibangun sebagai tempat perlindungan para pemimpin militer dari pemberontakan. Selain itu, TIME juga mencatat bagaimana Mesir memiliki ibu kota administratif baru yang dipimpin oleh Presiden Abdel Fattah El-Sisi sejak tahun 2015. Ibu kota baru ini diduga didesain untuk menguntungkan militer dan pemerintahan yang berpihak pada militer, dengan mengurangi pentingnya kepentingan militer dan mengurangi tempat protes di Kairo.
Komentar dari seorang profesor sosiologi di Nanyang Technological University, Sulfikar Amir, juga dikutip dalam laporan tersebut. Ia menyatakan bahwa ibu kota baru Nusantara, sebagaimana dirancang saat ini, hanya akan memiliki penyewa dan pengguna, bukan warga negara. Ia menambahkan bahwa ketika ada otoritas yang mengelola kota tanpa terhubung dengan semua orang yang tinggal di dalamnya, maka konsep warga negara tidak masuk akal.
Meskipun demikian, TIME juga memuji Presiden Jokowi atas fokusnya pada pertumbuhan ekonomi yang telah memberikan hasil.