Dompet Tipis di Tengah Kompetisi Bisnis Ketat dan Ekonomi yang Loyo di Indonesia

by -217 Views

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 melambat, menjadi 4,94% secara tahunan (yoy), mengakhiri kinerja pertumbuhan di atas 5% selama tujuh kuartal berturut-turut hingga kuartal II-2023 sebesar 5,17%. Menurut beberapa ekonom, perlambatan ekonomi domestik ini salah satunya disebabkan daya beli masyarakat yang mulai tertekan. Tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2023 hanya sebesar 5,06% dari kuartal II yang mampu tumbuh hingga 5,22%. Pola pertumbuhan ini serupa dengan tahun lalu yang pada kuartal III-2022 pertumbuhan konsumsi masyarakat turun ke level 5,39% dari kuartal sebelumnya di level 5,51%, demikian juga pada 2021 dari 5,96% menjadi 1,02%. Perlambatan pertumbuhan konsumsi masyarakat secara musiman itu, yang jauh lebih dalam dibanding tahun lalu pun diakui para pelaku usaha. Mereka menyebutkan adanya fenomena berbagi konsumen antar sektor bisnis. Misalnya, antara pengelola pusat perbelanjaan dengan sektor pariwisata.

“Pusat Perbelanjaan akan mulai meninggalkan low seasons memasuki kuartal IV terutama menjelang natal dan akhir tahun. Seperti Ramadhan tahun ini terjadi pada kuartal I dan Idul Fitri kuartal II yang mana itu adalah peak seasons bagi pusat perbelanjaan,” tegas Alphonzus. Menurut catatan BPS, kinerja lapangan usaha di sektor perdagangan memang melempem pada kuartal III-2023. Pertumbuhan sektor perdagangan hanya tumbuh 5,08% secara tahunan atau turun dari level pertumbuhan pada kuartal II-2023 sebesar 5,26%. Hasil survei perbankan Bank Indonesia pada kuartal III-2023 mengungkapkan kredit kendaraan bermotor, KPR, dan kredit tanpa agunan tetap memang melambat. Tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) untu kredit kendaraan bermotor yang berada di level 16,2 dari sebelumnya pada kuartal II-2023 di level 25,5 dan kuartal III-2023 di level 38. Kredit KPR atau KPA pun untuk nilai SBT nya hanya berada di level 75, melambat dari kuartal II-2023 yang berada di level 83,8. Kuartal II menjadi puncak nilai SBT tertinggi selama lima tahun terakhir. Demikian pula, kredit konsumsi baru mengalami peningkatan sebesar 91,2% pada periode tersebut, naik dari 85,3% pada kuartal sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi yang berada di bawah 5% pada kuartal III-2023 disebabkan oleh konsumsi rumah tangga yang lesu. Bahkan, dia mengatakan kinerja konsumsi masyarakat yang dirilis BPS lebih rendah dari ekspektasi pemerintah yang mengacu pada indeks kepercayaan konsumen. Menurutnya, tekanan daya beli terhadap kelas menengah ke bawah disebabkan oleh inflasi bahan pangan atau volitile food yang terus meningkat saat ini akibat efek berkepanjangan el-nino, dan masuknya masa tanam di Indonesia.

Kondisi ini menurutnya menjadi salah satu indikator tertekannya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah karena porsi belanja mereka terbesar ada pada pangan ketimbang aktivitas lain. Tidak hanya masyarakat kelas menengah ke bawah, untuk masyarakat kelas menengah sendiri menurut Anny komponen belanja bahan pangan juga masih cukup besar, dengan porsi hingga 50%.

Anny juga menilai bahwa penurunan daya beli masyarakat akan berdampak pada penurunan demand dan konsumsi pada kuartal IV. Alasannya, kenaikan suku bunga acuan tentu akan mengerek bunga kredit masyarakat, membuat beban pengeluaran atau belanja semakin tinggi di tengah stagnannya pendapatan masyarakat. Oleh sebab itu, implikasi lainnya adalah peningkatan utang atau perlambatan konsumsi pada kuartal IV. Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa pandemi Covid-19 berdampak luas pada ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kuncinya ada pada bagaimana pemerintah dan pelaku usaha dapat menciptakan kebijakan dan strategi yang tepat untuk mengatasi tantangan ini.