Serangan terhadap militer Amerika Serikat (AS) dan pangkalan militernya di Timur Tengah masih terus terjadi. Ini terjadi saat hubungan antara Washington dan Iran terus meruncing.
Reuters melaporkan pesawat tak berawak atau drone yang diluncurkan di pangkalan udara Erbil, Irak, pada 26 Oktober lalu, menembus pertahanan udara AS dan jatuh ke lantai dua barak yang menampung pasukan AS. Drone tersebut ditembakkan oleh milisi yang didukung oleh Iran.
Meskipun drone yang membawa bahan peledak tersebut gagal meledak, hanya satu anggota militer AS yang mengalami gegar otak akibat dampaknya.
Insiden tersebut merupakan salah satu dari sedikitnya 40 serangan drone dan roket terpisah yang dilancarkan terhadap pasukan AS oleh milisi dukungan Iran di Irak dan Suriah selama tiga minggu terakhir. Ini merupakan tanggapan atas dukungan Washington kepada Israel, yang terus menyerang Gaza.
Mantan asisten menteri luar negeri AS di lembaga pemikir Washington Institute for Near East Policy, David Schenker, memperingatkan bahwa meskipun Iran dan kelompok sekutunya maupun AS tampaknya tidak menginginkan konfrontasi langsung, resiko perang keduanya semakin besar.
Presiden AS Joe Biden sendiri telah membatasi peran AS dalam konflik tersebut hanya untuk memastikan bantuan militer ke Israel. Meski demikian, ia secara tegas menyatakan dukungan terhadap Tel Aviv.
Dukungan ini terjadi setelah milisi Gaza Palestina, Hamas, menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober lalu, menewaskan 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyandera lebih dari 240 orang. Sejak itu, Israel tanpa henti membombardir wilayah pesisir tersebut, menewaskan lebih dari 10.500 orang, banyak di antaranya adalah anak-anak.
Pada Minggu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken terbang ke Irak untuk mendorong Perdana Menteri Irak Mohammed Shia Al Sudani agar menindak milisi yang beroperasi di sana dan mencegah eskalasi apa pun.
Namun Sudani kurang beruntung dalam membujuk kelompok-kelompok milisi agar tidak menghentikan serangan mereka, atau meyakinkan bankroll mereka di Iran untuk mengendalikan mereka. Para anggota parlemen senior di koalisi pemerintahan Sudani menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap penanganan konflik ini.
Namun demikian, permohonan tersebut sebagian besar tidak didengarkan, karena sebagian besar komandan milisi bersumpah untuk terus melakukan serangan sampai pasukan Israel mengakhiri pengepungan dan pemboman mereka di Jalur Gaza.
Seorang anggota parlemen Syiah di koalisi pemerintahan Irak menegaskan bahwa tidak seorang pun, baik Pemerintah Mesir atau siapapun, dapat menentang kewajiban agama mereka.
PM Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa perdamaian dengan Arab Saudi terwujud berkat bantuan AS.