Pemerintah Argentina telah melakukan devaluasi atau membiarkan mata uang peso terdepresiasi lebih dari 50% menjadi 801 per dolar pada Rabu (13/12/2023). Kebijakan ini diambil untuk mengembalikan perekonomian Argentina ke jalur yang benar melalui rencana Presiden Javier Milei.
Pemerintahan presiden libertarian tersebut memulai masa jabatannya dengan janji-janji reformasi ekonomi yang drastis demi mengatasi cadangan devisa bersih yang negatif, kontrol modal yang kuat, inflasi yang mencapai 200%, dan stagnasi ekonomi selama bertahun-tahun.
Devaluasi yang cepat ini merupakan bagian dari serangkaian langkah yang diumumkan pada Selasa (12/12/2023) malam oleh Menteri Ekonomi baru Luis Caputo, yang juga mencakup pemotongan subsidi energi, pengurangan anggaran pemerintahan, dan penghentian tender pekerjaan umum dalam upaya mengurangi defisit hingga nol.
Langkah ini disambut positif oleh pakar ekonomi di Argentina. IMF juga menyambut baik perubahan rencana yang dianggap berani ini. Namun, beberapa pihak mengingatkan bahwa “kemampuan mengatur” reformasi akan menjadi tantangan utama.
Selain itu, obligasi dolar negara internasional naik lebih dari 2 sen pada perdagangan antara 35,7-41,25 sen dolar, banyak di antaranya berada pada level tertinggi sejak tahun 2021. Hal ini juga diikuti dengan naiknya saham perusahaan-perusahaan Argentina yang terdaftar di Amerika Serikat (AS).
Kebijakan devaluasi tersebut juga mendapat perhatian dari analis dan pasar gelap, yang menyatakan pandangan mereka terhadap rencana yang diumumkan. Argentina telah mengendalikan peso secara artifisial sejak tahun 2019, sehingga menciptakan kesenjangan besar antara nilai tukar pasar gelap dan nilai tukar resmi. Bank sentral juga mengumumkan akan mempertahankan suku bunga sebesar 133% dan menempatkan peso pada jalur devaluasi patokan bulanan sebesar 2%.