Dunia dalam Kegelisahan: Ancaman Petaka Baru yang Berpotensi Menyebabkan Krisis Menular

by -271 Views

Sentimen negatif terus membayangi sektor pelayaran internasional. Memasuki 2024, setidaknya ada dua faktor negatif yang akan memengaruhi denyut nadi perdagangan internasional itu.
Di awal tahun 2024, jalur perdagangan vital Asia-Eropa, Laut Merah, mengalami pemanasan eskalasi. Hal ini dipicu oleh pertempuran yang terjadi antara Israel dan milisi Palestina, Hamas, yang akhirnya mulai melebar ke wilayah lainnya.
Hamas tergabung dalam sebuah pakta yang disebut dengan Aliansi Perlawanan yang disokong Iran. Selain Hamas, ada juga kelompok Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, serta beberapa milisi sokongan Teheran di Suriah dan Irak yang masuk dalam aliansi itu. Eskalasi kemudian memuncak dengan adanya serangan-serangan yang dilakukan oleh Hizbullah dan Houthi ke pihak Israel. Hizbullah diketahui telah meluncurkan roket ke Negeri Yahudi itu semata-mata untuk memaksa Tel Aviv menghentikan serangannya ke Gaza, wilayah Palestina yang dikuasai Hamas. Dari Selatan, Houthi melancarkan serangan ke beberapa kapal dagang yang diduga memiliki kaitan dengan Israel yang melintasi Laut Merah. Ini merupakan bentuk solidaritas terhadap warga Palestina dalam pertempuran Tel Aviv melawan Hamas di Gaza.
Eskalasi ini pun telah menimbulkan efek global. Ini disebabkan strategisnya wilayah Timur Tengah di panggung perdagangan internasional global.
Beberapa raksasa perkapalan dunia seperti Maersk, Mediterranean Shipping Company (MSC), Ocean Network Express (ONE), Hapag Lloyd, dan Hyundai Merchant Marine (HMM) memilih untuk menghindari perairan Laut Merah dan Terusan Suez, yang mengakomodir 15% perdagangan dunia, akibat serangan Houthi. Mereka memilih untuk memutar ke Tanjung Harapan di ujung Selatan Afrika. Ini pun akhirnya berdampak pada kenaikan tarif pengiriman. Tarif angkutan barang dari Asia ke Eropa Utara meningkat lebih dari dua kali lipat pada minggu ini menjadi di atas US$ 4.000 (Rp 62 juta) per unit 40 kaki. Tarif dari Asia hingga Pantai Timur Amerika Utara juga meningkat sebesar 55% menjadi US$ 3,900 (Rp 60 juta) per kontainer berukuran 40 kaki. Harga di Pantai Barat naik 63% menjadi lebih dari US$ 2.700 (Rp 42 juta).
“Tekanan rantai pasokan yang menyebabkan inflasi bersifat ‘sementara’ pada tahun 2022 mungkin akan kembali terjadi jika masalah di Laut Merah dan Samudera Hindia terus berlanjut,” kata Larry Lindsey, kepala eksekutif firma penasihat ekonomi global Lindsey Group, kepada CNBC International, Kamis (4/1/2023). Selain itu, penghambatan ini akan meningkatkan penundaan dan meningkatkan biaya bagi pengecer seperti Walmart, IKEA, dan Amazon, serta produsen makanan seperti Nestle dan pedagang grosir termasuk Lidl.”Hal ini tampaknya merupakan hal yang normal baru, gelombang kekacauan yang tampaknya naik dan turun. Sebelum Anda kembali ke tingkat normal, peristiwa lain terjadi yang membuat segalanya menjadi kacau,” kata Jay Foreman, CEO dari perusahaan mainan, Basic Fun, yang mengirimkan mainan dari pabrik di China ke Eropa dan Amerika Serikat.
Tak hanya Laut Merah, eskalasi akibat ketegangan geopolitik juga dapat terjadi di wilayah jalur perdagangan lainnya seperti Selat Taiwan dan wilayah Laut Hitam pasca perang Rusia Ukraina.
Di sisi lain, penyeberangan melalui Terusan Panama turun 33% karena menyusutnya permukaan air. Kondisi tersebut berdampak pada naiknya biaya pengiriman curah kering untuk komoditas seperti gandum, kedelai, bijih besi, batu bara, dan pupuk pada akhir tahun 2023.
Cuaca buruk yang semakin sering terjadi mempunyai dampak yang lebih cepat dibandingkan ketegangan politik. Brasil mengalami pukulan ganda yaitu kekeringan bersejarah di Amazon dan hujan lebat di bagian Utara negara tersebut.
Ini berkontribusi pada antrian kapal yang lebih panjang dari biasanya di pelabuhan Paranagua pada akhir tahun 2023. Padahal, Brasil akan memasuki musim puncak pengiriman kedelai pada beberapa bulan ke depan.
“Anda selalu bisa mengatakan, ‘Ini adalah peristiwa yang terjadi satu kali saja,’ namun jika peristiwa yang terjadi satu kali saja terjadi setiap dua bulan sekali, maka peristiwa tersebut tidak lagi terjadi satu kali saja,” kata John Kartsonas, Managing Partner di Breakwave Advisors, perusahaan komoditas penasihat perdagangan untuk Breakwave Dry Bulk Shipping ETF.