Rumus Tarif Pajak Penghasilan Terbaru Supaya Tidak Lupa Melapor SPT

by -334 Views

Kantor Wilayah Pajak Jakarta Selatan bekerjasama dengan Transmedia membuka layanan pelaporan SPT Pajak Tahunan di gedung bank. Pelaporan surat pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan 2023 akan dimulai sejak bulan Januari ini. Untuk laporan wajib pajak (WP) pribadi berlangsung hingga akhir Maret 2024, dan akhir April 2024 untuk WP Badan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan laporan SPT Pajak Tahunan bisa dilakukan secara online dengan mengakses layanan DJP Online pada website https://djponline.pajak.go.id/. WP bisa lapor SPT pajak secara online dengan memanfaatkan fitur e-Filing yang ada pada situs DJP Online. Fitur e-Filing tersebut memungkinkan WP untuk mengisi SPT dan melaporkan pajaknya secara mandiri. “Kawan Pajak yang berstatus karyawan, mulai sekarang sudah boleh meminta bukti potong ke kantor pemberi kerja. Setelah itu bisa langsung lapor SPT Tahunan 2023 yang batas waktunya 31 Maret 2024,” tulis DJP pada media sosial X, dikutip Sabtu (6/1/2024). Patut diingat, Indonesia akan menerapkan metode penghitungan tarif pajak penghasilan pasal 21 atau PPh 21 karyawan akan berubah mulai Januari 2024. Skema penghitungan akan menggunakan tarif efektif rata-rata (TER). Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menuturkan landasan hukumnya seperti peraturan pemerintah dan peraturan menteri keuangan tinggal ditandatangani. “Insyaallah beberapa saat ke depan akan ditandatangani dan diterbitkan,” kata Suryo dikutip dari keterangannya, Sabtu (6/1/2024). Tarif efektif ini tidak hanya berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi karyawan, tetapi juga bagi pegawai kriteria umum serta PNS/TNI-POLRI. Lantas, bagaimana cara hitung PPh menggunakan TER? Rumus baru penghitungan tarif PPh mendatang ialah TER x Penghasilan Bruto untuk masa pajak selain masa pajak terakhir. Sedangkan, masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh, atas jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan atau pensiun, iuran pensiun, dan PTKP. Tarif efektif ini sudah memperhitungkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan jenis status PTKP seperti tidak kawin, kawin, serta kawin dan pasangan bekerja dengan jumlah tanggungan yang telah atau belum dimiliki. Dengan demikian, dalam format perhitungan TER, akan diiringi dengan terbitnya buku tabel PTKP yang mengacu pada Bab III Pasal 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam tabel itu akan disusun ke bawah jenis status PTKP seperti Tidak Kawin, Kawin, Kawin dan Pasangan bekerja. Kemudian disusun ke samping jumlah tanggungan dengan keseluruhan digunakan simbol TK/0 – TK/3, K/0 – K/3, serta K/I/0 – K/I/3. Sedangkan nominalnya untuk TK/0 sebesar Rp 54 juta, K/0 Rp 58,5 juta, dan K/I/0 Rp 108 juta. Berdasarkan UU HPP, tarif PPh orang pribadi sendiri telah ditetapkan sebanyak 5 tarif dari yang sebelumnya dalam UU PPh 4 tarif. Penambahan satu lapisan tarif dalam UU HPP untuk penghasilan tertinggi, yaitu Rp 5 miliar ke atas dikenakan tari 35%. Dengan demikian tarif PPh yang berlaku saat ini untuk penghasilan setahun sampai dengan Rp 60 juta sebesar 5%, di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta 15%, Rp 250 juta sampai Rp 500 juta 25%, Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar 30%, dan di atas Rp 5 miliar 35%. Ilustrasi perbandingan perhitungan PPh Pasal 21 terbaru dan yang berlaku saat ini adalah: Retto merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja sebagai pegawai tetap di PT Jaya Abadi. Retto menerima gaji sebesar Rp10.000.000,00 per bulan. Dengan mekanisme pemotongan PPh saat ini, maka perhitungannya sebagai berikut: Dengan gaji Rp10.000.000 dikurangi Biaya Jabatan 5% x Rp10.000.000 yang menjadi sebesar Rp 500.000, maka penghasilan neto sebulan Retto sebesar Rp 9.500.000,00. Adapun penghasilan neto setahun dihitung sebagai berikut: 12 x Rp9.500.000,00 = Rp114.000.000 Dengan memperhitungkan status Retto, PTKP setahun Retto yang masuk kategori kawin tanpa tanggungan atau dengan simbol tabel K/0. Alhasil, besaran pengurangan total penghasilan neto setahun dikurangi Rp 58.500.000 sehingga nominal Penghasilan Kena Pajak setahun menjadi Rp 55.500.000. Dengan demikian total PPh Pasal 21 terutang perhitungannya menjadi 5% x Rp55.500.000 dengan hasil Rp2.775.000 dan PPh Pasal 21 per bulannya menjadi sebesar Rp2.775.000 : 12 dengan total akhir menjadi Rp231.250. Berdasarkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 Retto menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25%. Dengan demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Retto adalah: Januari – November : Rp10.000.000,00 x 2,25% = Rp225.000,00/bulan Desember : Rp2.775.000 – (Rp225.000,00 x 11) = Rp300.000,00 Adapun, selisih pemotongan sebesar Rp75.000,00. [Gambas:Video CNBC]