Pemerintah perlu menyelesaikan masalah pengenaan bea impor produk bioetanol untuk program campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) agar pengembangan BBM ramah lingkungan dapat berjalan dengan optimal. Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan bahwa impor bahan baku bioetanol tidak hanya untuk memenuhi target ketahanan energi, tetapi juga untuk menjaga keamanan pangan di dalam negeri.
Ia berharap pengenaan bea impor 30% untuk produk bioetanol bisa dihapuskan karena kebijakan tersebut akan meningkatkan biaya pengadaan BBM hijau. Notonegoro juga menyoroti pungutan bea cukai untuk produk bioetanol karena bioetanol masih dianggap sebagai alkohol. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi khusus untuk menyelesaikan masalah ini.
Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga meminta pemerintah untuk membebaskan cukai untuk bioetanol yang digunakan sebagai campuran BBM. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, mengakui bahwa harga bioetanol untuk campuran BBM masih tinggi. Mereka sedang berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk membebaskan cukai bioetanol karena produk tersebut bukan untuk konsumsi dalam tubuh.
Pencampuran bioetanol dalam BBM juga merupakan dukungan perusahaan pada pemerintah untuk menjalankan swasembada gula sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).