Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Namun, ironisnya, sebagian besar rakyat Indonesia masih hidup dalam kondisi kemiskinan. Prabowo Subianto menyebut kondisi ini sebagai Paradoks Indonesia. Ketika dibandingkan dengan negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak sehat. Aktivitas ekonomi negara seperti Tiongkok dan Singapura jauh lebih besar dibandingkan dengan Indonesia. Tiongkok, misalnya, berhasil menumbuhkan ekonominya menjadi 46 kali lipat dalam periode 30 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh penerapan prinsip-prinsip state capitalism, dengan semua cabang produksi penting dan sumber daya alam dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di Indonesia, pengelolaan ekonomi cenderung diserahkan kepada mekanisme pasar, tidak sesuai dengan prinsip kapitalisme negara. Hal ini mengakibatkan dominasi oligarki dalam perekonomian negara, di mana segelintir orang super kaya menguasai sebagian besar kekayaan Indonesia.
Menurut Prabowo, keputusan politik yang keliru akan membuat rakyat semakin miskin, sementara keputusan politik yang tepat akan membuat mereka semakin sejahtera. Untuk mencapai tujuan negara yang sejahtera dan mengelola kekayaan negara dengan baik, diperlukan pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan, kearifan, dan kehendak untuk mengambil keputusan politik yang tepat. Prabowo optimistis bahwa paradoks ekonomi Indonesia dapat diubah jika para pemimpin memiliki kearifan dalam mengelola kekayaan negara.
Prabowo menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai angka dua digit atau di atas 10% secara berkelanjutan selama 10 tahun berturut-turut. Hal ini diperlukan agar Indonesia dapat keluar dari perangkap negara menengah. Pertumbuhan ekonomi yang rendah, seperti 4% atau 5%, tidak akan mampu membuat Indonesia keluar dari kondisi perangkap tersebut. Oleh karena itu, Prabowo mengajak semua pihak untuk bersama-sama sadar akan masalah tersebut dan berusaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.