Kenaikan PPN Menjadi 12% Mengkhawatirkan, Warga Indonesia Dapat Merasa Terbebani

by -137 Views

Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengkritisi rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 di tengah kondisi ekonomi yang lemah dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Menurutnya, sebaiknya peningkatan PPN tersebut ditunda dan lebih baik menerapkan Windfall Profit Tax.

Faisal berpendapat bahwa jika PPN dinaikkan, rakyat akan menjadi korban dan semakin menderita karena harga kebutuhan pokok yang sudah tinggi akibat pelemahan kurs. Hal ini disebabkan oleh impor bahan pangan seperti beras, gula, gandum, terigu, dan garam yang mayoritas masih menguasai pasar.

Menurut Faisal, sebagian keuntungan yang berasal dari peningkatan tarif PPN seharusnya dialokasikan untuk kompensasi bagi masyarakat yang merugi akibat kebijakan tersebut agar daya beli masyarakat tetap stabil. Dia juga mengatakan bahwa dengan mengenakan Windfall Profit Tax, pemerintah dapat mengumpulkan pendapatan yang lebih besar daripada hanya dengan kenaikan PPN.

Siddi Widyaprathama, Ketua Komite Perpajakan Apindo, juga menyarankan agar peningkatan tarif pajak ditunda jika kondisi ekonomi sedang lemah. Ia menegaskan bahwa dalam situasi ekonomi yang buruk, prioritas harus diberikan pada skala prioritas yang tepat.

Abdul Manap Pulungan, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menilai bahwa kebijakan kenaikan PPN seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan belum tepat untuk diterapkan saat ini. Menurutnya, kenaikan PPN sebaiknya dilakukan setelah ekonomi pulih dari pandemi COVID-19.

Artikel ini dapat disimak lebih lanjut di link berikut: [Ekonomi Sedang Sulit, Faisal Basri Sebut PPN 12% di 2025 Harus Ditunda](https://cnbcindonesia.com/news/20240711104918-8-553631/ekonomi-sedang-sulit-faisal-basri-sebut-ppn-12-di-2025-harus-ditunda)