Makin Sadisnya Peperangan Merugikan Ekonomi Global Tahun 2024-2025

by -69 Views

Ekonomi global berpotensi tumbuh melambat pada tahun ini hingga 2025. Hal ini disebabkan oleh semakin memburuknya peperangan di berbagai wilayah yang menyebabkan terganggunya rantai perdagangan dunia. Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono mengungkapkan berbagai permasalahan itu akan semakin membuat 108 negara sulit keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap, karena juga dihadapkan pada menuanya masyarakat produktif sebelum mampu menjadi kaya atau berpendapatan tinggi. Sebagaimana diketahui, berdasarkan kajian Bank Dunia atau World Bank 50 tahun terakhir dalam World Development Report 2024 : The Middle Income Trap 108 negara sulit menjadi negara maju. 108 negara itu termasuk Indonesia, China, India, Brasil, dan Afrika Selatan.

“108 negara berpotensi gagal melakukan transisi menuju negara berpendapatan tinggi jika mereka tidak dapat merumuskan strategi yang tepat untuk mereformasi ekonomi mereka dan meningkatkan produktivitas sebelum populasi mereka mulai menua,” kata Thomas dalam acara The 8th Annual Islamic Finance Conference: Islamic Public Finance Role and Optimization secara daring, Kamis (3/10/2024). Peperangan, fragmentasi ekonomi, hingga menuanya demografi penduduk negara-negara berkembang sebelum mencapai taraf negara berpendapatan tinggi, ia katakan telah membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia stagnan. Pertumbuhan global berpotensi stagnan di kisaran 2,6% pada 2024, sebelum meningkat sedikit menjadi rata-rata 2,7% pada 2025 dan 2026. Perkiraan itu lebih rendah dari pertumbuhan 2023 yang diproyeksikan Bank Dunia sebesar 2,9%. Di sisi lain, ia melanjutkan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang hanya akan tumbuh rata-rata di kisaran 4% pada 2024 hingga 2025, juga sedikit lebih lambat dibandingkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 sebesar 4,1%.

Thomas mengungkapkan, berdasarkan analisis IMF, periode pertumbuhan global yang rendah dan lebih panjang akan membuat dunia semakin tidak setara, baik secara global maupun antar wilayah di dalam suatu negara. “Hal ini sangat mengkhawatirkan karena berpotensi menghambat kemajuan yang telah kita capai dalam beberapa dekade terakhir dalam mengurangi ketidaksetaraan global. Dengan periode pertumbuhan yang lambat, ada ancaman bahwa mayoritas negara berkembang akan terperangkap dalam perangkap pendapatan menengah,” tuturnya. Ancaman perubahan iklim ia katakan juga dapat membawa guncangan sosial-ekonomi global, dan keunggulan teknologi seperti kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dan otomatisasi yang berpotensi menggantikan pekerja secara massal, juga dapat menimbulkan dampak yang merusak jika tidak dikelola dengan tepat. “Kekuatan pasar saja tidak dapat menyelesaikan semua tantangan ini. Oleh karena itu, pemerintah menjadi lebih penting dan harus memainkan peran krusial dalam menyelesaikan dan mengurangi tantangan global ini,” ucap Thomas.