Ketahanan Pangan dalam Kearifan Lokal
Topik ketahanan pangan telah lama menjadi sorotan, mulai dari era Presiden Soekarno hingga Prabowo Subianto. Bahkan Presiden Soekarno pernah mengatakan: “Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka malapetaka; oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner.”
Ketahanan Pangan diartikan sebagai keadaan ketika semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi sesuai kebutuhan mereka demi kehidupan yang aktif dan sehat. Masyarakat Indonesia sendiri telah mendefinisikan Ketahanan Pangan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.”
Dari definisi tersebut, dimensi Ketahanan Pangan mencakup Ketersediaan, Akses, Pemanfaatan, dan Stabilitas. Andy Utama, pendiri Arista Montana Organic Farm, menyoroti keberdaulatan pangan dan keberdayaan dalam budaya pangan masyarakat Indonesia.
Indonesia masih memiliki ketergantungan pada impor untuk beberapa komoditas pangan penting. Konsumsi gandum nasional mencapai 8,6 juta ton, sementara impor kedelai mencapai 2.162 ton, dan beras mencapai 2,9 juta ton untuk tahun 2024. Dengan data ini, ketahanan pangan Indonesia masih rentan terhadap pasokan dari luar negeri.
Pada masa Orde Baru, Indonesia pernah mencapai swasembada pangan terbatas pada komoditas beras. Namun, penggunaan pupuk dan pestisida kimia serta benih padi hibrida menyebabkan ketergantungan petani pada teknologi modern dengan dampak negatif terhadap keberlanjutan lingkungan dan keberagaman varietas lokal.
Ketahanan Pangan berbasis kearifan lokal seperti yang dilakukan oleh masyarakat adat Baduy di Jawa Barat dan Desa Tenganan Pegringsingan di Bali, merupakan contoh sistem produksi dan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Dengan penerapan kearifan lokal, mereka mampu menjaga keseimbangan alam serta memastikan keberlanjutan sumberdaya pangan secara mandiri.
Pengembangan model kebudayaan ketahanan pangan berbasis kearifan lokal seperti yang dilakukan oleh Arista Montana dapat menjadi langkah awal untuk membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan. Dengan mempelajari dan menduplikasi praktik-praktik tradisional yang berkelanjutan, Indonesia dapat meningkatkan kedaulatan pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor pangan.
Sumber: Ketahanan Pangan, Trisakti, Dan Kearifan Masyarakat Adat
Sumber: Ketahanan Pangan, Trisakti, Dan Kearifan Masyarakat Adat