“Fenomena Kumpul Kebo Meningkat di RI: Kota Terbanyak Bukan Jakarta”

by -12 Views

Belakangan ini, fenomena kumpul kebo semakin populer di Indonesia, terutama di kalangan pasangan muda tanpa ikatan pernikahan. Bahkan, tak terkecuali para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat dalam praktik kumpul kebo. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah memecat 8 ASN yang terlibat dalam praktik tersebut, di antaranya karena tidak masuk kerja, penyalahgunaan narkoba, dan berbagai alasan lainnya.

Sementara itu, fenomena kumpul kebo sendiri dipicu oleh pergeseran pandangan terhadap relasi dan pernikahan di kalangan anak muda. Banyak dari mereka yang melihat pernikahan sebagai hal yang rumit dan terikat aturan, sehingga ‘kumpul kebo’ dianggap sebagai bentuk hubungan yang lebih murni dan nyata dari cinta. Namun, di masyarakat yang masih kental dengan budaya dan tradisi seperti di wilayah Asia, kumpul kebo masih dianggap tabu.

Studi terbaru menunjukkan bahwa praktik kumpul kebo cenderung lebih banyak terjadi di wilayah bagian Timur Indonesia dengan mayoritas penduduk non-Muslim. Berbagai alasan mendasar seperti beban finansial, prosedur perceraian yang rumit, dan penerimaan sosial membuat pasangan di wilayah tersebut memilih untuk kumpul kebo daripada menikah.

Namun, akibat dari praktik kumpul kebo tersebut juga tidak bisa diabaikan. Prinsipnya, perempuan dan anak-anaklah yang paling berdampak negatif dari praktik ini. Dari segi ekonomi, tidak ada jaminan keamanan finansial bagi anak dan ibu dalam kumpul kebo, karena tidak ada aturan hukum terkait dukungan finansial dari pasangan jika mereka berpisah. Dampak ini juga berpotensi merugikan kesehatan mental pasangan dan anak-anak yang lahir dari kumpul kebo.

Dari sisi kesehatan, konflik dan ketidakpastian dalam praktik kumpul kebo dapat menurunkan kualitas hidup dan kesehatan mental pasangan. Data juga mengungkapkan bahwa banyak pasangan kumpul kebo mengalami konflik dalam berbagai tingkatan, bahkan hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Anak-anak yang lahir dari hubungan kumpul kebo juga berisiko mengalami gangguan dalam aspek pertumbuhan, kesehatan, dan emosional, serta mengalami kesulitan dalam menempatkan diri dalam struktur keluarga dan masyarakat.