Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah membuat gebrakan besar dengan menandatangani perintah yang memberlakukan tarif sebesar 25% atas impor dari Meksiko dan Kanada, serta bea masuk sebesar 10% atas produk China. Langkah ini merupakan bagian dari strategi Trump untuk merundingkan kesepakatan dagang yang lebih baik dan melindungi industri dalam negeri dari persaingan asing. Meskipun demikian, Trump memutuskan untuk menunda perang dagang dengan Kanada dan Meksiko setelah melakukan pembicaraan dengan para pemimpin kedua negara.
Pada akhirnya, Kanada dan Meksiko setuju untuk menguatkan perbatasan mereka dan mengambil langkah-langkah konkret untuk menekan masalah penyeberangan migran dan peredaran obat terlarang. Meskipun demikian, perang dagang antara AS dan China masih belum menemukan titik temu. Indonesia juga ikut berpotensi memperoleh keuntungan dari ketegangan ini dengan syarat memiliki produk yang dapat bersaing dan menjadi alternatif dari produk-produk yang terkena dampak tarif.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa eskalasi perang dagang ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan global. Trump juga diperkirakan akan memberlakukan tarif pada negara-negara BRICS, termasuk Indonesia. Dampak dari perang dagang ini dapat memengaruhi ekonomi Indonesia baik dari segi perdagangan maupun keuangan. Oleh karena itu, Indonesia diharapkan untuk menjalin kolaborasi bilateral dan multilateral guna menghadapi ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perang dagang global.