Menjelang berakhirnya masa pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, masih ada masalah yang perlu diselesaikan terkait akses masyarakat terhadap air layak pakai dan air minum di Indonesia. Saat ini, hanya sekitar 20,69% masyarakat yang memiliki akses air minum perpipaan. Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS), menekankan bahwa komitmen pemerintah sangat penting dalam meningkatkan akses tersebut.
Indonesia memiliki banyak sumber daya air, namun pemanfaatannya belum maksimal. Sungai-sungai di Indonesia memiliki potensi besar sebagai sumber air baku untuk air layak pakai dan air minum. Namun, belum semua wilayah Indonesia memanfaatkannya dengan baik.
Contohnya di Surabaya, PDAM mengambil air baku dari Sungai Kalimas, namun hanya sekitar 10% dari total debit air yang digunakan. Sisanya, sekitar 90%, mengalir ke laut. Hal ini menunjukkan masih banyak potensi yang bisa dimanfaatkan untuk akses air layak pakai masyarakat.
BHS juga menyoroti masalah harga air bersih di Indonesia yang cukup tinggi, namun kualitasnya hanya layak pakai, bukan layak minum. Di beberapa negara, seperti Eropa, akses air minum yang layak harganya lebih terjangkau dan berkualitas. Ia berpendapat bahwa Pemerintah harus lebih aktif dalam mengatur harga dan kualitas air bersih agar bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.
Untuk mencapai akses air bersih yang merata dan terjangkau, BHS menegaskan perlunya kajian biaya pengelolaan air, penetapan margin keuntungan, serta audit bersama perwakilan masyarakat. Hal ini diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat untuk masalah akses air bersih di Indonesia.