Israel menurunkan tank ke wilayah Tepi Barat yang diduduki untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade terakhir. Pasukan Brigade Infanteri Nahal dan Unit Komando Duvdevan memulai operasi di desa-desa dekat Jenin di Tepi Barat utara. Operasi ini merupakan bagian dari persiapan yang lebih luas untuk perluasan operasi militer di Tepi Barat utara. Perintah ini datang dari Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang bertujuan untuk mengintensifkan aktivitas militer untuk menggagalkan terorisme di kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat. Reaksi dari Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut tindakan Israel sebagai eskalasi berbahaya, sementara warga Palestina melihatnya sebagai upaya untuk memperkuat kendali Israel atas wilayah tersebut.
Dampak dari serangan ini mendorong terjadinya tekanan terhadap Netanyahu, terutama dari mitra pemerintahan sayap kanan yang menuntut tindakan tegas terhadap militansi di Tepi Barat. Konflik antara Israel dan Palestina semakin meningkat dengan serangan Hamas di Israel Selatan dan serangkaian operasi militer Israel di Tepi Barat. Kekerasan telah menelan korban warga Palestina, termasuk korban yang tidak terlibat dalam konfrontasi. Selain itu, upaya perdamaian antara Israel dan Hamas di Gaza juga menjadi sorotan, dengan potensi runtuhnya gencatan senjata yang dapat memicu pertempuran baru di Gaza. Selain itu, pembebasan ratusan tahanan Palestina oleh Israel tertunda hingga Hamas menghentikan penyerahan sandera yang dianggap ‘memalukan’.
Situasi yang semakin kompleks ini menunjukkan ketegangan antara Israel dan Palestina yang semakin memanas. Dengan belum jelasnya efektivitas gencatan senjata di Gaza dan pertempuran di Tepi Barat yang terus berlanjut, upaya pencapaian perdamaian di Timur Tengah semakin sulit. Masyarakat internasional dipanggil untuk campur tangan dalam mengatasi eskalasi konflik yang terjadi di wilayah tersebut.