Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terus menerima kritik negatif terkait efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), meskipun berhasil menghemat hingga Rp 300 triliun. Wakil Ketua Badan Anggaran, Wihadi Wijanto, menyoroti bahwa kesalahan persepsi terjadi karena tidak melihat secara menyeluruh. Efisiensi yang terjadi hanya pada belanja barang, jasa, dan modal, tidak pada belanja pegawai. Belanja pegawai tetap utuh tanpa perubahan gaji, terutama bagi non-ASN atau honorer.
Saat ini, efisiensi anggaran bukanlah sumber kekhawatiran, melainkan langkah yang didukung oleh Badan Anggaran untuk meningkatkan sektor produktif. Realokasi anggaran ke sektor produktif dan penggunaannya secara cepat memiliki dampak yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi. Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Raden Pardede, mengungkapkan bahwa alokasi anggaran yang sebelumnya tidak produktif kini terarah ke program-program yang mendukung pertumbuhan ekonomi, seperti program makanan bergizi gratis (MBG) atau penyediaan perumahan.
Dalam pandangan Raden, pengalihan anggaran dari program non-produktif ke program produktif penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Meskipun ada kekhawatiran terhadap dampak efisiensi terhadap sektor tertentu seperti perhotelan, pemerintah siap mendukung kebijakan tersebut. Efisiensi anggaran saat ini dianggap sebagai upaya untuk memperkuat perekonomian Indonesia melalui relokasi dana ke sektor yang lebih produktif, dengan harapan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.