Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump masih terus memberikan tekanan terhadap program transisi energi dan perubahan iklim. Menteri Energi AS, Chris Wright, baru-baru ini mengumumkan rencana untuk mengatur ulang kebijakan energi federal dengan lebih mengutamakan bahan bakar fosil daripada perubahan iklim. Hal ini diumumkan oleh Wright dalam konferensi tahunan Cambridge Energy Research Associates (CERA). Pemerintahan Trump menjanjikan untuk memangkas birokrasi yang menghambat proyek minyak dan mempromosikan ekspor gas alam cair. Perubahan kebijakan energi ini merupakan contoh nyata dari perbedaan pendekatan antara mantan Presiden Joe Biden yang pro lingkungan, dengan Trump yang berfokus pada energi fosil.
Selama waktu tujuh minggu sejak kembali ke Washington, Trump dan timnya telah merombak tatanan ekonomi AS, dengan kebijakan energi menjadi salah satu fokus utama. Trump menandatangani perintah eksekutif “Unleashing American Energy” pada hari pertama menjabat, berkomitmen untuk mengakhiri Green New Deal demi kepentingan bahan bakar fosil. Meskipun beberapa pihak merespons positif terhadap langkah Trump ini, seperti CEO Chevron Mike Wirth yang memperingatkan tentang pendekatan ekstrem, namun tidak semua pihak setuju dengan kebijakan ini.
Aktivis lingkungan dari Oil Change International mengecam industri minyak atas polusi dan investasi bahan bakar fosil yang buruk bagi lingkungan. Sedangkan Wakil Presiden Senior di Environmental Defense Fund, Mark Brownstein, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap langkah Trump yang dianggap tidak konsisten. Meskipun langkah ini mendapatkan kritik dari beberapa pihak, Trump tetap berkomitmen untuk meningkatkan produksi energi bahan bakar fosil, dengan keyakinan bahwa hal ini akan mendukung perekonomian AS. Selain perdebatan kebijakan energi, peran energi dalam pemilihan AS 2024 juga turut mempengaruhi arah kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Trump.