NATO Mencoba Peringatkan Ancaman Rusia & China

by -21 Views

Ketegangan geopolitik global yang semakin meningkat memicu perdebatan tajam dalam pertemuan para menteri luar negeri negara anggota NATO di Antalya, Turki, pada Kamis (15/5/2025). Fokus utama diskusi adalah usulan Amerika Serikat untuk meningkatkan belanja pertahanan secara signifikan, di tengah kekhawatiran akan ancaman dari Rusia, terorisme, dan pengaruh militer China. Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte menekankan pentingnya langkah cepat untuk meningkatkan investasi pertahanan demi merespons perubahan ancaman global. Menurutnya, Rusia berpotensi membangun kembali kekuatan militernya dalam waktu tiga hingga lima tahun setelah perang di Ukraina usai.

Salah satu usulan paling ambisius datang dari Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio, yang mendorong negara-negara anggota NATO untuk mengalokasikan hingga 5% dari produk domestik bruto (PDB) mereka untuk pertahanan pada tahun 2032. Usulan ini mencakup 3,5% untuk belanja militer inti dan tambahan 1,5% untuk infrastruktur pendukung seperti pelabuhan, jembatan, dan jaringan logistik. Rubio menegaskan pentingnya investasi ini untuk membangun kemampuan pertahanan abad ke-21, termasuk infrastruktur siber dan sistem logistik modern.

Dibandingkan dengan standar NATO saat ini sebesar 2%, target yang diajukan jauh lebih tinggi. Hingga saat ini, hanya 22 dari 32 negara anggota yang memenuhi target tersebut. Tekanan dari Washington membuat beberapa negara yang tertinggal, seperti Belgia, Kanada, Italia, dan Spanyol, untuk bergerak cepat. Perdebatan ini menjadi pemanasan menjelang KTT NATO yang dijadwalkan berlangsung di Belanda pada 24-25 Juni mendatang. Presiden Amerika Serikat Donald Trump diperkirakan akan memberikan tekanan kuat kepada para sekutu untuk memberikan komitmen nyata dalam peningkatan belanja militer. Pemerintahannya bahkan telah menyampaikan sinyal bahwa AS mungkin tidak akan lagi otomatis membela negara anggota NATO yang tidak memenuhi standar belanja tersebut.

Adapun diskusi strategis di Antalya tidak hanya menyentuh isu belanja, tetapi juga arah geopolitik yang lebih luas. Di Istanbul, delegasi Rusia dan Ukraina mulai mengadakan pembicaraan damai langsung pertama sejak lebih dari 3 tahun lalu. Meskipun Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan kesediaannya bertemu langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Kremlin menolak tawaran tersebut. Presiden Trump mendorong agar pertemuan antara kedua pemimpin itu terlaksana, meskipun menganggap penolakan Putin tidak signifikan.

Source link