Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menyoroti sistem subsidi pertanian di Indonesia. Menurutnya, sistem subsidi pertanian di Indonesia berbeda dengan kebijakan di India dan Amerika Serikat (AS).
“Subsidi untuk pertanian di Indonesia itu berbeda dengan yang di India dan AS. Subsidi itu subsidi pupuk. Masalahnya, pupuknya sering hilang saat dibutuhkan petani,” kata Teten dalam acara BRI Microfinance Outlook 2024 di Menara BRILiaN, Jakarta Selatan, Kamis (7/3/2024).
Untuk itu, kata Teten, petani membutuhkan dukungan, tidak hanya dari segi pembiayaan tapi juga terciptanya ekosistem yang pada akhirnya memberikan jaminan akses pembiayaan bagi petani.
Teten lalu mencontohkan sistem di India, di mana tengkulak menjadi organisasi yang diizinkan pemerintah sebagai bagian dari mekanisme rantai pasok pertanian. Berbeda dengan di Indonesia, tengkulak membeli produk petani yang justru menekan petani.
“Tengkulak di India diberi kewenangan untuk membeli 100% produk petani anggotanya dan bisa mengakses pembiayaan perbankan 3%. Kalau misalnya Bulog bisa jadi off taker yang bisa membeli produksi petani, akan menciptakan satu ekosistem, sehingga bank tidak takut lagi memberi pembiayaan kepada petani kecil,” ujarnya.
Kemenkop UKM, tuturnya, telah mengembangkan percontohan di Ciwidey, terhadap sekitar 1.200 petani yang telah memasok 8 ton sayur ke ritel modern seperti Superindo. Bahkan, menurut Teten, karena hasil produksi petani itu bagus, permintaan pasokan sayuran kini dinaikkan menjadi 80-an ton per hari.
“Tadinya, tidak ada yang mau membiayai petani. Tetapi, ketika kami suntik dana bergulir koperasi, koperasi membeli tunai dari petani, kemudian ini ke pasar. Ini berarti NPL-nya tidak ada,” paparnya.
“Maksud saya, ekosistem seperti ini yang perlu kita bangun. Yang tadinya dibeli tengkulak, sekarang dibeli koperasi. Dengan begitu, produksi petani itu, panennya dan volumenya sesuai permintaan pasar. Jadi tidak mungkin ada produksi petani yang tidak dibeli. Apakah Bulog bisa?” sebut Teten.