Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada tahun 2024 yang telah diumumkan oleh pemerintah daerah rata-rata naik jauh di bawah 5%, atau bahkan setara dengan target inflasi tahun 2024 sebesar 1,5%-3,5%. Perhitungan UMP 2024 mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023.
Kenaikan ini terbilang minim jika dibandingkan dengan kenaikan di tahun sebelumnya. Dari catatan Tim Riset CNBC Indonesia, ternyata ada satu daerah yang pernah mencatatkan kenaikan upah tertinggi, wilayah tersebut adalah Karawang.
Berdasarkan hasil penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, sejak tahun 2005-2020 kenaikan UMK di Karawang sebesar 14,1% per tahun (CAGR). Lonjakan kenaikan upah minimum terjadi pada 2013. UMK di Karawang di tahun tersebut ditetapkan sebesar Rp 2 juta atau naik hingga 57,6% dibandingkan UMK tahun sebelumnya.
Pada 2013, kasus peningkatan upah minimum yang drastis tidak hanya terjadi di Karawang saja. Kenaikan juga terjadi di DKI Jakarta yang mencapai 44%. Kenaikan yang signifikan ini disinyalir karena adanya ketakutan akan terjadi gelombang demo dari buruh.
Saat itu, nuansa politis juga kental di dalamnya terutama mendekati pilkada di beberapa daerah. Kebijakan menaikkan upah yang tak wajar merupakan salah satu bentuk kebijakan populis yang justru berpotensi berdampak negatif terhadap perekonomian.
Kenaikan upah yang sangat tinggi tentu sangat mencekik bagi pelaku usaha. Ujung-ujungnya kenaikan yang drastis ini tak membuat sejahtera malah bikin pelaku usaha gulung tikar atau relokasi ke tempat lain.
Menetapkan besaran upah minimum memang tak mudah. Jika upah tersebut terlalu kecil maka daya beli tidak akan terdongkrak. Namun jika terlalu tinggi tentu akan memberatkan pelaku usaha.
Selain Karawang, kenaikan UMP Jakarta tertinggi di DKI Jakarta terjadi di era Gubernur Sutiyoso pada 2000, dengan kenaikan sebesar 49,03%. Kemudian, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan upah DKI Jakarta terakhir melesat pada 2013 lalu. Waktu itu, UMP melonjak hingga 43,87%.
Namun, kenaikan fantastis pada 2013 lalu sempat memicu banyak pengusaha keberatan lantaran kondisi keuangan perusahaan yang dinilai tak mampu untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Buntut dari hal tersebut kemudian terjadi sekitar sembilan hari setelah berlaku UMP 2013, dimana ada 46 perusahaan yang disetujui oleh Disnakertrans DKI Jakarta untuk menangguhkan pelaksanaan UMP 2013, dengan catatan perusahaan telah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, seperti mendapatkan persetujuan serikat pekerja dan menunjukkan laporan keuangan yang merugi selama dua tahun beruntun.