Update Terkini: Investigasi Skandal Boeing Terus Berlanjut, Larangan Terbang Masih Berlaku

by -125 Views

Maskapai penerbangan Amerika Serikat (AS) Alaska Airlines telah mengandangkan seluruh armadanya Boeing 737 MAX 9 menyusul insiden pada Sabtu (07/01). Menurut Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Amerika Serikat, “komponen utama yang hilang” dari pesawat telah ditemukan di pinggiran kota.

Pesawat Alaska Airlines ini mengalami insiden pada Jumat (05/01) setelah lepas landas dari Portland, Oregon, dalam perjalanan ke Ontario, California. Pintu pesawat tersebut robek pada sisi kiri setelah lepas landas, menurunkan tekanan udara dan memaksa pilot untuk kembali dan mendarat dengan selamat dengan 171 penumpang dan enam awak di dalamnya.

Administrasi Penerbangan Federal (FAA) telah memerintahkan penghentian sementara 171 jet Boeing MAX 9 yang dipasang dengan panel yang sama. Pintu tersebut memiliki bobot sekitar 60 pon (27 kg) dan menutupi pintu keluar opsional yang terutama digunakan oleh maskapai penerbangan bertarif rendah.

Ketua NTSB Jennifer Homendy mengatakan pintu yang hilang ditemukan di halaman belakang rumah oleh seorang guru sekolah di Portland. Dia mengatakan bahwa pintu tersebut merupakan komponen penting yang hilang untuk mengetahui penyebab kecelakaan.

Perekam suara kokpit tidak menangkap data apa pun karena telah ditimpa. Kekuatan akibat hilangnya pintu sumbat cukup kuat untuk membuka pintu kokpit selama penerbangan, yang merupakan peristiwa yang mengerikan.

Maskapai penerbangan lain seperti United Airlines juga diminta untuk menunda penerbangan armada Boeing MAX 9 sampai regulator yakin bahwa pesawat tersebut aman. Pihak maskapai juga belum menerima instruksi rinci terkait inspeksi yang diperlukan.

Kecelakaan ini telah menempatkan Boeing kembali dalam pengawasan karena menunggu sertifikasi MAX 7 yang lebih kecil serta MAX 10 yang lebih besar, yang diperlukan untuk bersaing dengan model utama Airbus. Pada 2019, otoritas global memberlakukan larangan terbang yang lebih luas pada semua rencana MAX setelah kecelakaan di Ethiopia dan Indonesia terkait dengan perangkat lunak kokpit yang dirancang dengan buruk dan menewaskan total 346 orang.