Pemerintah memberikan insentif fiskal bagi pengusaha atau pelaku bisnis karaoke hingga diskotek yang sedang mengalami kesulitan. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Insentif fiskal, termasuk pengurangan, keringanan, pembebasan, atau penghapusan pokok pajak dan retribusi, dapat diberikan oleh gubernur, bupati, maupun walikota untuk mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi.
Selain itu, UU HKPD juga memberikan kelonggaran dalam hal penarikan pajak hiburan, dimana jenis pajak seperti pajak hiburan dapat tidak dipungut jika potensinya kurang memadai dan/atau Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan untuk tidak memungut. Namun hal ini harus dilakukan dengan hati-hati dan disertai dengan justifikasi yang jelas.
Ketentuan ini diberikan untuk memberikan ruang kepada daerah untuk mengurus fiskalnya dengan skema local taxing power, namun tetap dengan batasan agar tidak terjadi persaingan dalam menetapkan tarif pajak yang dapat mengganggu objek Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT). Dalam UU HKPD, tarif PBJT atas jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan antara 40%-75%.
Kompetensi kepala daerah untuk menilai kondisi sosial ekonomi daerah masing-masing juga diakomodir dalam UU HKPD, sehingga insentif fiskal dapat diberikan secara massal jika dianggap perlu.