Jakarta, CNBC Indonesia – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengumumkan bahwa kebijakan harga gas murah atau Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk tujuh sektor industri telah berdampak pada penurunan penerimaan negara.
Deputi Keuangan dan Komersialisasi, Kurnia Chairi mencatat bahwa potensi penurunan penerimaan negara akibat kebijakan HGBT mencapai US$ 6 per MMBTU, lebih dari US$ 1 miliar atau sekitar Rp 15,68 triliun (asumsi kurs Rp 15.680 per US$).
“Tentu saja secara otomatis berkurang, kalau nilainya saat ini sedang kita coba evaluasi dan kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di tahun 2023 ini bisa mencapai lebih dari US$ 1 miliar,” kata Kurnia dalam webinar Menelisik Kesiapan Pasokan Gas untuk Sektor Industri dan Pembangkit Listrik, dikutip Rabu (29/2/2024).
Kurnia menyatakan bahwa potensi berkurangnya penerimaan negara akibat kebijakan HGBT masih angka sementara dan berharap dapat dikompensasi dengan peningkatan kinerja dan dampak multiplier effect yang dirasakan oleh industri penerima HGBT. “Ini sedang evaluasi untuk bisa nanti merumuskan kebijakan untuk melanjutkan HGBT ini ke depan,” ujarnya.
Di sisi lain, Kurnia mengakui bahwa serapan gas bumi dari tujuh sektor industri penerima HGBT pada 2023, secara umum, sudah membaik. Realisasi telah mencapai di atas 90% dari total alokasi yang ditetapkan pemerintah. “Kenapa tidak terserap 100%, ini sedang kita lakukan evaluasi, dan memang faktornya cukup banyak,” kata Kurnia.
Tujuh sektor industri yang saat ini menikmati HGBT terdiri dari sektor industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Semua sektor tersebut menerima pasokan gas di bawah harga pasar sebesar US$ 6 per MMBTU.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Industri Dapat Harga Gas Murah, Begini Dampaknya ke PGN
(pgr/pgr)