PDIP Meminta Prabowo untuk Berhenti Menambah Utang! Apakah Hal Ini Berbahaya? Simak Jawabannya di Sini

by -147 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Partai politik yang memegang kekuasaan di parlemen, yaitu PDI Perjuangan, meminta pemerintah untuk menghentikan tambahan utang di masa depan, khususnya saat Presiden terpilih Prabowo Subianto mulai menjabat.

Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan agar defisit dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 ditetapkan pada 0% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, mereka ingin APBN seimbang antara belanja dan pendapatan negara sehingga tidak perlu berutang.

“Kebijakan defisit dalam APBN 2025 sebagai APBN transisi diarahkan pada surplus atau defisit 0%,” kata juru bicara fraksi PDIP Edy Wuryanto dalam Sidang Paripurna DPR yang membahas Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Rancangan APBN 2025.

Edy menyatakan bahwa fraksinya berpendapat bahwa pada APBN transisi, pemerintahan sebelumnya tidak seharusnya memberikan defisit kepada program-program yang belum termasuk dalam Rancangan Kerja Pemerintah (RKP) dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN).
Dalam KEM-PPKF, defisit APBN 2025 direncanakan sebesar 2,45-2,82% dari PDB. APBN tahun tersebut dirancang dengan defisit yang lebih besar agar Presiden Terpilih Prabowo Subianto dapat melaksanakan program-program kampanye politiknya saat Pilpres 2024.

Meskipun defisit anggaran adalah praktik umum di banyak negara, kebanyakan negara di dunia memiliki defisit anggaran karena belanja melebihi penerimaan, seperti China dan Amerika Serikat yang memiliki defisit anggaran sekitar 5-6% dari PDB. Namun, ada beberapa negara yang mampu menjaga anggaran negatif, seperti Qatar yang memiliki surplus 9,3% dari PDB dan Uni Emirat Arab yang memiliki surplus 3,3%.

Negara-negara kaya seperti Qatar dan Norwegia tetap berutang melalui penerbitan surat utang meskipun memiliki surplus. Rating surat utang pemerintah masih diperlukan sebagai patokan utang korporasi.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menambahkan bahwa secara teori kebijakan fiskal, belanja negara berkembang harus lebih besar untuk menunjukkan bahwa pemerintah bersikap progresif dalam mendorong aktivitas ekonomi domestik. Jika belanja dikurangi, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terganggu karena anggaran pemerintah adalah salah satu faktor penggerak pertumbuhan ekonomi.

Esther mengatakan bahwa belanja pemerintah harus diarahkan pada pembangunan, bukan pengeluaran rutin, sehingga utang untuk menutup defisit tidak sia-sia. Peneliti senior Center of Reform on Economics (CORE) Ishak Razak juga mengingatkan agar pemerintah memeriksa kembali efektivitas anggaran di kementerian dan lembaga agar anggaran dapat diprioritaskan pada mata anggaran yang memberikan dampak luas pada masyarakat.

Ishak menekankan bahwa penyesuaian defisit bukan hanya untuk mengurangi utang, tetapi juga agar pendapatan publik dapat dimanfaatkan secara efektif, efisien, dan transparan untuk kepentingan publik.