Media Internasional Tengok Anies Baswedan di Pilpres, Singgung Hal Ini

by -137 Views

Perkembangan yang terjadi dalam pemilihan presiden (pilpres) RI 2024 mendatang terus diberitakan media asing. Tak terkecuali, gerak-gerik salah satu kandidatnya seperti Anies Baswedan.

Kantor berita ternama yang berbasis di London, Reuters, melaporkan bagaimana calon presiden (capres) yang juga Mantan Gubernur DKI Jakarta itu bersaing ketat dengan kandidat lain, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto. Bagaimana pula “perubahan” menjadi jualan Anies.

“Apa yang kami tawarkan adalah perubahan, mengembalikan kehidupan masyarakat ke jalurnya,” kata Anies dalam wawancara dengan media tersebut setelah kampanye di provinsi terpadat di Indonesia, Jawa Barat.

Menurut Reuters, konsep mengusung janji perubahan ini muncul di tengah kekecewaan sebagian masyarakat Indonesia terhadap pencalonan Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai cawapres dari Prabowo. Ini dianggap sebagai upaya mempertahankan pengaruhnya ketika ia meninggalkan jabatannya.

“Pada bulan Oktober, Mahkamah Konstitusi, yang dipimpin oleh ipar laki-laki Jokowi, mengubah kriteria kelayakan pemilu, sehingga memungkinkan putra presiden untuk mencalonkan diri sebagai wakil presiden dari pasangan Prabowo. Keputusan tersebut memicu kekhawatiran akan kembalinya nepotisme dan politik patronase yang menjadi ciri pemerintahan mantan Presiden Suharto selama puluhan tahun,” tambahnya.

Disebut pula bagaimana Anies berharap bisa menduduki posisi kedua dalam pilpres putaran pertama. Ini akan memaksa pemilu dilanjutkan ke putaran kedua, khsusunya bila tak ada yang mampu mendapat suara mayoritas.

Meski demikian, Reuters juga menyoroti bagaimana politik identitas dimainkan Anies. Ini terlihat dari partai pendukungnya dan membuat minoritas meragukannya.

“Dukungan partai politik Islam konservatif dan progresif telah membantu Anies dalam survei, namun jika kelompok minoritas tetap tidak yakin, hal itu mungkin akan merugikannya dari jabatan presiden,” tulis Reuters lagi mengutip peneliti tamu di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura, Made Supriatma.